Senin, 12 Mei 2014

"Lima Hal Kecil Tetapi Bernilai Besar"

  • Seorang pelamar kerja memungut sampah kertas dari lantai dan Membuangnya ke Tong sampah, hal itu terlihat oleh pengawas interview. Ia mendapatkan pekerjaan tersebut.
Ternyata untuk memperoleh penghargaan sangat mudah, cukup ”PELIHARA KEBIASAAN BAIK”.
  • Seorang anak menjadi murid di toko sepeda. Seseorang mengantarkan sepedanya untuk diperbaiki. Selain memperbaikinya, si anak juga membersihkan sepeda itu hingga bersih mengkilap. Murid-murid lain menertawakannya. Saat sang Pemilik mengambil sepedanya, si anak ditawari kerja di tempatnya.
Ternyata untuk berhasil sangat mudah, cukup punya ”INISIATIF” lebih saja.
  • Seorang anak berkata, “Ibu hari ini sangat cantik.”
          Ibu bertanya, “Mengapa?”
          Anak menjawab, “Karena hari ini ibu sama sekali tidak marah”.
Ternyata untuk memiliki kecantikan sangatlah mudah, hanya perlu ”TIDAK MARAH-MARAH”.
  • Seorang Pelatih bola bertanya, “Jika sebuah bola jatuh ke dalam rumput, bagaimana cara mencarinya?”Ada yang menjawab cari dari bagian tengah, cari di rumput yang cekung ke dalam, cari di rumput yang paling tinggi, dll.Pelatih itu berkata, “Setapak demi setapak, cari dari ujung rumput terdekat hingga terjauh.” 
Ternyata jalan menuju keberhasilan tidaklah sulit, cukup melakukan segala sesuatunya setahap demi setahap secara ”BERURUTAN”, jangan meloncat-loncat.
  • Ada Rombongan yang berjalan di padang pasir. Semua berjalan dengan berat, sangat menderita. Hanya satu orang yang berjalan dengan gembira.Ada yang bertanya: “Mengapa engkau begitu santai?”Dia menjawab sambil tertawa: “Karena barang bawaan saya sedikit.”
Ternyata mudah untuk memperoleh kegembiraan, cukup ”TIDAK SERAKAH” dan membawa ”BEBAN SECUKUPNYA”.
Semoga bermanfaat....

Garam dalam Gelas dan Telaga

Suatu ketika, hiduplah seorang tua yang bijak. Pada suatu pagi, datanglah seorang anak muda yang sedang dirundung banyak masalah. Langkahnya gontai dan air muka yang ruwet. Tamu itu, memang tampak seperti orang yang tak bahagia.

Tanpa membuang waktu, orang itu menceritakan semua masalahnya. Pak Tua yang bijak, hanya mendengarkannya dengan seksama. Ia lalu mengambil segenggam garam, dan meminta tamunya untuk mengambil segelas air. Ditaburkannya garam itu kedalam gelas, lalu diaduknya perlahan. "Coba, minum ini, dan katakan bagaimana rasanya..", ujar Pak tua itu.


"Pahit. Pahit sekali", jawab sang tamu, sambil meludah kesamping.

Pak Tua itu, sedikit tersenyum. Ia, lalu mengajak tamunya ini, untuk berjalan ke tepi telaga di dalam hutan dekat tempat tinggalnya. Kedua orang itu berjalan berdampingan, dan akhirnya sampailah mereka ke tepi telaga yang tenang itu.

Pak Tua itu, lalu kembali menaburkan segenggam garam, ke dalam telaga itu. Dengan sepotong kayu, dibuatnya gelombang mengaduk-aduk dan tercipta riak air, mengusik ketenangan telaga itu. "Coba, ambil air dari telaga ini, dan minumlah. Saat tamu itu selesai mereguk air itu, Pak Tua berkata lagi, "Bagaimana rasanya?".

"Segar.", sahut tamunya.

"Apakah kamu merasakan garam di dalam air itu?", tanya Pak Tua lagi.

"Tidak", jawab si anak muda.

Dengan bijak, Pak Tua itu menepuk-nepuk punggung si anak muda. Ia lalu mengajaknya duduk berhadapan, bersimpuh di samping telaga itu. "Anak muda, dengarlah. Pahitnya kehidupan, adalah layaknya segenggam garam, tak lebih dan tak kurang. Jumlah dan rasa pahit itu adalah sama, dan memang akan tetap sama.

"Tapi, kepahitan yang kita rasakan, akan sangat tergantung dari wadah yang kita miliki. Kepahitan itu, akan didasarkan dari perasaan tempat kita meletakkan segalanya. Itu semua akan tergantung pada hati kita. Jadi, saat kamu merasakan kepahitan dan kegagalan dalam hidup, hanya ada satu hal yang bisa kamu lakukan. Lapangkanlah dadamu menerima semuanya. Luaskanlah hatimu untuk menampung setiap kepahitan itu."

Pak Tua itu lalu kembali memberikan nasehat. "Hatimu, adalah wadah itu. Perasaanmu adalah tempat itu. Kalbumu, adalah tempat kamu menampung segalanya. Jadi, jangan jadikan hatimu itu seperti gelas, buatlah laksana telaga yang mampu meredam setiap kepahitan itu dan merubahnya menjadi kesegaran dan kebahagiaan."

Keduanya lalu beranjak pulang. Mereka sama-sama belajar hari itu. Dan Pak Tua, si orang bijak itu, kembali menyimpan "segenggam garam", untuk anak muda yang lain, yang sering datang padanya membawa keresahan jiwa.

Postingan Populer